Tembok Deklarasikan “Rumah Moderasi”

Manik Juniantini 05 September 2022 21:27:18 WITA

TEJAKULA, HUMAS-Desa Tembok, Kecamatan Tejakula menggelar Deklarasi Rumah Moderasi Beragama pada Senin (5/9) pagi di Aula kantor Perbekel Tembok. Acara ini dilaksanakan mengingat penduduk di Desa Tembok ini sangat heterogen dari berbagai lintas agama.

Deklarasi rumah Moderasi ini sejatinya merupakan rangkaian dari puncak kegiatan Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi, STAHN Mpu Kuturan Singaraja terhitung Senin (29/8) sampai Senin (5/9).

Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Ketua STAHN Mpu Kuturan, Dr. I Gede Suwindia, S.Ag, M.A, Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat I Gusti Ayu Desy Wahyuni, S.Sn, M.Pd.H. Ketua Jurusan Dharma Duta Nyoman Suardika, S.Ag, M.Fil.H dan Kaprodi Ilmu Komunikasi Komang Agus Widiantara, M.I.Kom.

Dari Desa Tembok dihadiri oleh Perbekel Tembok, Dewa Komang Yudi Astara, Kelian Desa Adat Tembok I Dewa Putu Kantun, I Made Arijaya Kelian Desa Adat Ngis, I Made Suarna Ketua BPD Tembok, Ketut Rumastika Majelis Alit Kecamatan Tejakula, Tokoh Masyarakat Hindu Dewa Putu Tjakra, Perwakilan Pemuda Hindu Dewa Ketut Willy Asmawan.

Sedangkan dari Ketua Takmir Masjid Al Ihsan Yehbau Lahmudin, serta Budiman tokoh pemuda muslim di Desa Tembok. Acara diawali dengan dialog tentang pentingnya modersi beragam dalam meningkatkan kerukunan dan persatuan bangsa.

Ketua STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Gede Suwindia yang memaparkan tema “Merawat Toleransi dan Bijak dalam Menanggapi Informasi Hoax” menjelaskan STAHN Mpu Kuturan memang ditunjuk sebagai rumah yang merawat moderasi beragama sebagai perpanjangtanganan dari Kementrian Agama.

Suwindia menjelaskan, di tengah kencangnya arus teknologi yang sulit dibendung. Isu agama menjadi isu yang sensitif dan kerap menimbulkan konflik horizontal antar penganut agama apabila hoax tidak diantisipasi. Padahal, Indonesia adalah negara yang berdiri dengan berbagai bentuk keyakinan agama.

“Sekarang musuh kita tidak hanya di hati, tetapi juga di jempol, kalau tidak hati-hati dalam menggunakan jempol dalam bermedsos, bisa menjadi petaka. Maka dari itu saring sebelum sharing sehingga tidak menimbulkan persoalan kedepannya,” paparnya.

Suwindia pun meminta agar masyarakat mewaspadai tahun politik 2024 yang kerap mengadu domba dengan isu agama. “Jangan sampai gara-gara politik, kita yang sudah rukun, guyub, malah benturan gara-gara afiliasi politik. Gunakan media sosial dengan bijak, bangun budaya literasi digital dengan baik. Untuk itu, ayo membangun moderasi, menjaga toleransi, membangun kearfan lokal yang kita miliki dalam memnjaga spirit kerukunan beragama di Tembok,” pesannya.

Sementara itu, Perbekel Tembok, Dewa Komang Yudi Astara yang memaparkan Relasi Jejak dan Hubungan Hindu Islam di Tembok menyebutkan bahwa kerukunan dalam beragama jauh sudah dilaksanakan di tembok, sebelum ada istilah moderasi beragama yang dikenal saat ini.

Menurutnya, dalam kehidupan beragama, antara Hindu dan Islam di Tembok spirit kolaborasinya sudah berjalan sejak dari dulu. Selama ini, penduduk Muslim di Tembok kebanyakan bermukin di Dusun Yeh Bau sejak ratusan tahun.

“Seingat saya dulu sejak saya kecil, hubungan Hindu-Islam di Tembok itu sangat kompak. Dan kerukunan sudah dirawat sejak dahulu oleh para leluhur kami. Ini sudah menyatu sekali. Sehingga saat Galungan, semeton muslim banyak membantu, begitu sebaliknya saat Idul Ftri semeton Hindu membantu,” ceritanya

Begitu juga saat Idul Adha, semeton Hindu kerap diundang oleh semeton Muslim. Dalam acara itu, masyarakat membaur dan megibung bersama. Nilai-nilai ini sudah berjalan secara turun-temurun.

Di sisi lain, Lahmudin selaku tokoh Muslim Tembok dalam pemaparannya bertema “Meneguhkan Semangat Toleransi antar Umat Beragama” menjelaskan di Yeh Bau sudah ada satu masjid dan dua mushola dan ada sekitar 150 KK.

Lahmudin menceritakan jauh sebelum istiah moderasi dikenal, desa Tembok sudah menerapkan kerukunan antar umat beragama. Menurutnya, toleransi ada karena perbedaan. Meski berbeda dari sisi konsep ketuhanan, namun bukan berarti menjadi orang yang intoleran.

“Kami di Islam mengenal Perintah dan Larangan. Perintahnya kami bertetangga 10 rumah ke samping kanan kiri, kalau ada yang lapar, maka sudah wajib untuk memperhatikan. Seperti itu konsep dalam islam. Tentu ini adalah bentuk toleransi. Dengan siapapun, wajib untuk menjaga kerukunan,” singkatnya.

Komentar atas Tembok Deklarasikan “Rumah Moderasi”

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
 

Layanan Mandiri


Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Masukkan NIK dan PIN!

Media Sosial

FacebookTwitterYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah Pengunjung

Lokasi Tembok

tampilkan dalam peta lebih besar